Senin, 30 Januari 2012

PERMASALAHAN - PERMASALAHAN DI KEBUN DAN CARA PEMECAHAANNYA

PERMASALAHAN – PERMASALAHAN DI KEBUN DAN PERMECAHANNYA

1. Kenapa pekerjaan yang di Berita Acara kan masih orang lain yang periksa baru diketahui tidak benar, sedangkan Ka Afdeling / Ka Kebun / Pengawas Rayon sudah tanda tangan ? Kenapa masih berani melaporkan pekerjaan yang belum selesai menjadi selesai ?

Kemungkinan penyebab :
a. Instruksi atasan dalam penggunaan HK harus sesuai dengan norma ( CP ) tetapi kenyataannya tidak mencukupi ( karena areal berat ) sehingga ada kecenderungan Ka Afdeling melaporkan hasil kerja sesuai dengan norma, walaupun secara kenyataan tidak sesuai.
b. Team pemeriksa dalam memeriksa hasil kerja berdasarkan spek, sementara dari Afdeling mengejar quantitas.
c. HK yang disediakan tidak mencukupi dengan kondisi areal yang akan dikerjakan, dilain pihak Ka Afdeling dituntut untuk bisa menuntaskan pekerjaan tersebut dengan norma yang sudah ditentukan dari CP. d. Ka Afdeling belum leluasa mengalihkan pemakaian HK sesuai dengan kondisi di lapangan ( harus menunggu kepastian / jawaban dari pengawas rayon ) sehingga pekerjaan terbengkalai berlarut – larut.
e. Antara team pemeriksa dengan Ka Afdeling tidak bisa sejalan dalam memeriksa hasil kerja.

Pemecahan :
a. Aparat kebun ( Ka Afdeling, Ka Kebun, Pengawas Rayon ) harus berani mengemukakan permasalahan yang sebenarnya sebelum pekerjaan dilaksanakan.
b. Penegasan kembali aturan main pelaksanaan BKA sesuai dengan fungsi masing – masing.
c. Ka Afdeling harus melaporkan apa adanya yang sudah dikerjakan.


2. Sisip, pekerjaan paling susah di dunia, tetapi masih kurang perhatian dari semua pejabat afdeling, tanam palma masih banyak yang salah sedangkan pekerjaan tersebut di bayar cukup mahal ?

Kemungkinan penyebab :
a. Data yang ada tidak akurat.
b. Pengawasan pelaksanaan sisip masih kurang.
c. Untuk areal sulit ( bukit, rawa dsb ) cost / biaya yang ditentukan tidak mencukupi.
d. Belum ditemukan / diketahui cara pananganan hama yang efektif dan efisien.

Pemecahan :
a. Untuk memudahkan pengecekan dan pendataan, pelaksanaan sisip harus dikerjakan per jalur panen ( 1 : 4, 1 : 8 ) sesuai dengan kemampuan dan tuntas blok per blok.
b. Pengawasan terhadap pelaksanaan sisip dari aparat kebun ( Ka Kerja, Ka Afdeling, Ka Kebun ) harus ditingkatkan.
c. Pekerjaan penyisipan harus dilaksanakan sesuai spek yang telah ditentukan.


3. Kenapa HK deteksi hama dan penyakit, pemberantasan hama dan penyakit serta infrastruktur tidak pernah tidak cukup, sedang item lain selalu tidak cukup ?

Kemungkinan Penyebab :
a. HK untuk deteksi dan pemberantasan hama dan penyakit hanya dipakai pada blok – blok yang rawan saja, dan HK infrastruktur hanya digunakan untuk merawat jalan yang diprioritaskan, sehingga HK dari item tersebut tidak sepenuhnya terpakai.
b. HK yang disediakan untuk selain item deteksi dan pemberantasan hama penyakit serta rawat infrastruktur tidak cukup karena memeng kondisi arealnya kotor dan berat.

Pemecahan :
a. Untuk item pemberantasan hama dan penyakit ( HP ), HK yang disediakan harus benar – benar dipakai untuk pemberantasan hama dan penyakit ( bukan hama saja atau penyakit saja ).
b. Untuk item deteksi hama dan penyakit, HK yang disediakan harus digunakan untuk areal yang telah ditentukan sesuai CP ( bukan pada daerah / areal yang rawan saja ).
c. Pengalihan dana / HK tersebut harus jelas pamakaiannya,
    misal : Untuk apa ?, Blok mana ?, berapa jumlahnya ? dsb.


4. Kenapa tidak melaksanakan BKA sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan ?

Kemungkinan Penyebab :
a. Kondisi areal bervariasi ( berat, sedang, ringan ).
b. Fluktuasi tenaga kerja tidak menentu.

Pemecahan :
a. Harus bisa mengantisipasi ketersediaan tenaga kerja dengan kebutuhan.


5. Kenapa prestasi kerja areal sebelah dalam tidak sama dengan areal tepi jalan :

Kemungkinan penyebab :
a. Kurang kontrol aparat kebun terhadap pekerjaan bawahannya.
b. HK yang tersedia tidak mencukupi dengan kondisi areal yang akan dikerjakan, sehingga HK yang ada dipakai untuk mengerjakan areal dipinggir jalan dulu.

Pemecahan :
a. Kontrol terhadap pelaksanaan pekerjaan bawahan harus lebih ditingkatkan.
b. Melaporkan kondisi areal sebenarnya sesuai prosedur yang ada.
c. Pekerjaan dimulai dari sebelah dalam kebun baru menuju kaluar ( tepi jalan ).


6. Kenapa kartu blok belum juga dikerjakan sedangkan target untuk Ka Afdeling satu bulan empat blok ?

Kemungkinan penyebab :
a. Adanya keterbatasan waktu.
b. Kurang kesadaran terhadap tugas yang diberikan.
c. Kondisi blok tidak mendukung ( berat ) sehingga sulit untuk mendatanya.

Pemecahan :
a. Harus bisa membagi waktu dengan melimpahkan tugas pada bawahan yang bisa dipercaya ( Mandor I / SKU ) tapi tanggung jawab sepenuhnya tetap pada Ka Afdeling.
b. Setiap tanggal 6 ( enam ) bulan berikutnya harus sudah diserahkan ke Kantor Besar, masing – masing afdeling satu bulannya 4 blok.


7. Kenapa laporan bulanan masing – masing afdeling belum juga jalan ? Kemungkinan Penyebab : a. Belum bisa membagi waktu untuk melaksanakan tugas – tugas yang diberikan. b. Kurangnya kesadaran terhadap tugas yang diberikan.

Pemecahan :
a. Laporan bulanan tiap tanggal 6 ( enam ) bulan berikutnya harus sudah dikumpulkan.

METODE PEMBIAKAN MASSAL PREDATOR ULAT PEMAKAN KELAPA SAWIT

METODE PEMBIAKAN MASSAL PREDATOR ULAT PEMAKAN DAUN KELAPA SAWIT


PENDAHULUAN :

Ulat pemakan daun , terutama ulat api dan ulat kantong, merupakan hama utama pada tanaman kelapa sawit . Di kawasan perkebunan kelapa sawit dapat dijumpai juga beberapa jenis serangga yang berperan sebagai pemangsa atau predator dari ulat pemakan daun tersebut, antara lain : beberapa jenis kepik buas dari genus Eocanthecona ( Hemiptera : pentatomidea ; asopinea ) dan Sycanus ( Hemiptera Reduviidea ), serta kumbang Cillimerus arcufer Chapuis ( Coleoptera : Cleridea ). Potensi predator tersebut cukup tinggi , terutama kepik buas dari genus Ecanthecona – Canteconidea pada ulat api. Hal ini disebabkan siklus hidupnya pendek ( 1 Bulan ), kemampuan berbiak tinggi, umur imago (dewasa) panjang ( 2 bulan ), serta kemampuan induknya meletakan telur pada helaian daun kelapa sawit sehingga baik nimfa maupun imago hidup dan aktif memangsa ulat api pada daun kelapa sawit . Walaupun demikian, umumnya populasi predator dilapangan rendah, sehingga tidak mampu mengendalikan populasi hama yang menjadi mangsanya dengan baik. Hal ini kemungkinan sebagai akibat sampingan dari penggunaan insektisida , serta tingginya kematian predator pada instar muda di lapangan karena kesulitan di dalam memburu mangsanya. Pembiakan massal dan kemudian dilanjutkan dengan pelepasan sejumlah besar predator ke kawasan perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu taktik pemanfaatan predator untuk pengendalian ulat pemakan daun kelapa sawit. Dalam jangka pendek, tindakan ini akan dapat menekan populasi hama sasaran secara langsung, sedangkan dalam jangka panjang diharapkan dapat menggeser keseimbangan alami ke arah yang lebih menguntungkan sehingga ledakan populasi hama berikutnya dapat dicegah. Untuk pembiakan massal predator biasanya selalu digunakan ulat hidup sebagai mangsaanya , tetapi menurut hasil di Puslitbun Marihat ternyata dapat juga digunakan ulat mati yang telah diawetkan didalam kotak pembeku ( freezer ) pada temperatur sekitar – 18 0 C ( makanan awetan ). Metode pembiakan massal predator dengan makanan awetan ini ternyata dapat memberikan hasil yang baik serta lebih mudah dilaksanakan .


PENYEDIAAN MAKANAN AWETAN :

Penyediaan makanan dilaksanakan dengan mengumpulkan ulat hidup dari lapangan yang merupakan mangsa bagi predator yang dibiakan. Sebaiknya digunakan ulat yang merupakan mangsa utama bagi predator tersebut, tetapi apabila sulit maka dapat digunakan stadia lain dari ulat yang sama atau ulat lain yang merupakan mangsa pengganti. Di Puslitbun Marihat digunakan ulat api karena dapat dengan mudah dikumpulkan dari perkebunan kelapa sawit , sejalan dengan pelaksaan program “ hand picking “ulat pada kawasan tanaman belum menghasilkan ( TBM ) . Disamping itu , digunakan juga kepompong ulat api sebagai makanan cadangan . Ulat yang terkumpul dimasukan kedalam kantong plastik kapasitas 1 kg dan diikat dengan karet gelang, kemudian disimpan didalam kotak pembeku. Kepompong harus dikeluarkan lebih dahulu dari dalam kokonnya sebelum disimpan dalam kotak pembeku . Ulat dan kepompong yang disimpan dalam kotak pembeku akan tetap segar dan tidak rusak, serta sewaktu-waktu dapat digunakan sebagai makanan predator yang dibiakan .


PEMBIAKAN MASSAL PREDATOR :

Berbagai jenis predator ulat pemakan daun kelapa sawit terbukti dapat dibiakan dengan menggunakan makanan ulat awetan. Walaupun demikian , karena predator Eocanthecona furcellata (Wolff) merupakan predator yang paling tinggi potensinya diantara predator lainya, maka di Puslitbun Marihat saat ini hanya dilakukan pembiakan massal terhadap predator Eocanthecona furcellata di maksud .

Sarana yang digunakan untuk pembiakan massal predator Eocanthecona furcellata antara lain :

Insektarium ( suatu bangunan dengan dinding kawat kasa dan atap asbes ukuran 4x8x3 m ) atau bangunan lain yang baik pertukaran udaranya, kotak plastik, kotak kawat kasa, kotak pembeku, potongan karton atau seng untuk tempat makanan , pinset dan tanaman pakis. Nimfa predator E. Furcellata yang baru menetas ( Instar 1 ) dipelihara dalam kotak plastik perukuran 11x11x7 cm. Alas kotak dilapisi dengan kertas duplikator serta diisi setangkai daun pakis segar untuk menjaga kelembaban . Nimfa instar 1 tidak diberi makan ulat api awetan karena belum mau makan dan dapat hidup dengan hanya mengisap air yang mengembun di dalam kotak pemeliharaan. Nimfa instar 2 mulai hidup diberi makan dengan ulat api awetan . Ulat api yang baru dikeluarkan dari dalam kotak pembiakan dibiarkan beberapa saat sampai semua es mencair dan tubuh ulat menjadi lunak kembali . Selanjutnya ulat api awetan disusun diatas potongan kertas kerton atau pelat aluminium berukuran 5 x 2,5 cm, dan diletakan dalam kotak plastik tempat pemeliharaan predator . Tiap kotak diisi 2-4 ekor ulat api , tergantung kepada besarnya ulat api yang tersedia . Penggantian makanan dilakukan setiap hari , sedangkan kertas duplikator dan daun pakis diganti setiap dau hari sekali. Nimfa instar 3 kemudian dipindahkan ke dalam kotak kayu dengan dinding kawat kasa berukuran 40 x 40 x 60 cm . Alas kotak dilapisi dengan seng dan diisi pasir setebal lebih kurang 3 cm untuk mencegah adanya genangan air didalam kotak tersebut . Serumpun pakis yang ditanam di polibag dimasukan ke dalam kotak pemeliharaan untuk memberikan suasana alami dan sebagai tempat hinggap atau berlindung predator , sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kanibalisme . Pemindahan nimfa instar 3 kedalam kotak kayu dilakukan secara hati-hati, dengan menggunakan pinset yang dibuat dari pelat besi tipis . Pada setiap kotak dipelihara 200-300 ekor nimfa. Setiap hari diberi makan ulat api awetan sebanyak 15 – 20 ekor , diletakan diatas pelat aluminium berukuran sekitar 10x2.5 cm yang dibengkokkan 90 0 di bagian tengahnya dan saalah satu ujungnya diselipkan pada bagian sisi atas dalam bingkai kotak. Untuk menjaga kelembaban setiap hari kotak disemprot air dengan menggunakan alat semprot tangan ( hand atomizer ). Nimfa yang baru berganti kulit segera dimasukan ke kotak baru , sehingga setiap kotak pemeliharaan hanya berisi nimfa dengan instar yang sama . Hal ini dimaksudkan juga untuk mencegah kanibalisme, karena nimfa yan baru ganti kulit sering diserang oleh nimfa lain. Demikian seterusnya sampai menjadi imago. Imago yang diperoleh kamudian dipindahkan ke kotak peneluran . Kotak yang diganakan sama dengan kotak kasa , hanya pada bagian dalamnya dilapisi dengan kain kelambu. Kotak ini juga dilapisi dengan serumpun tanaman pakis . Pada setiap kotak dipelihara 50-80 pasang imago E . Furcellata. Telur predator biasanya diletakkan dalam kelompok pada permukaan duan pakis atau pada permukaan kain kelambu. Panen telur dilakukan setiap hari dengan jalan memotong daun pakis atau kain kelambu tempat peletakan telur. Selanjutnya lubang bekas potongan pada kain kelambu ditutup kembali dengan plester plastik. Apabila sudah terlalu banyak lubang maka kain kelambu perlu diganti dengan yang baru. Telur yang diperoleh kemudian diletakan kedalam kotak plastik seperti yang digunakan untuk pemeliharaan nimfa instar 1 dan 2 . Setiap kotak plastik diisi plastik sekitar 50-100 butir telur dan ditunggu sampai menetas. Untuk menjaga kelembaban, ke dalam kotak plastik ini juga dimasukan setangkai daun pakis dan diganti setiap dua hari sekali. Untuk melaksanakan pembiakan massal tersebut seorang pekerja yang sudah terrlatih dengan baik setiap harinya dapat menangani 16 kotak pemeliharaan. Sebagai gambaran hasil pembiakan massal predator E. Furcellata dengan metode ini dapat dikemukakan bahwa dari 80 pasang imago predator per kotak pemeliharaan diperoleh telur sebanyak 179 kelompok atau 6.759 butir telur dalam jangka waktu peneluran selama 24 hari . Dengan demikiian rata-rata pruduksi telur setiap harinya sebanyak 7.5 kelompok atau 282 butir dengan rata-rata persentase penetasan 94,50 %. Selanjutnya dari hasil pengamatan diketahui hampir tidak terjadi kematian pada nimfa instar 1 sampai dengan instar 4 , sehingga diperkirakan setiap harinya akan dapat diperoleh sekitar 268 ekor nimfa instar 5 yang siap dilepaskan ke lapangan .